Kamis, 16 Februari 2012

Seputar Hukum Kontrak Komersial

1.  Kontrak komersial sebagai salah satu bagian yang diatur dalam hukum bisnis mempunyai peranan penting guna terwujudnya kerjasama yang saling menguntungkan.
a. Hukum kontrak dalam berbagai sistem hukum yang modern dianggap sebagai institusi hukum yang sangat menguntungkan. Misalnya jika dihubungkan dengan klausul denda (penalty) dalam hukum kontrak , berbagai sistem hukum seakan-akan bersaing untuk mencapai hasil yang paling efisien. Klausul denda dalam hukum kontrak sepertinya mendekati sesuatu yang tidak efisien, walaupun sistem civil law mungkin menganggap lebih efisien (atau kurang efisien) daripada sistem common law. Hukum kontrak berusaha menciptakan struktur hukum yang efisien untuk transaksi pasar yang masih tidak selalu melahirkan kebebasan yang sempurna. Sebagai ilustrasi, sebuah contoh kasus mengenai perjanjian tidak seimbang yang pernah terjadi di Indonesia, namun telah dibatalkan oleh MA Republik Indonesia No.3431 K/Pdt/1985.
“Di Indonesia umpamanya MA Republik Indonesia dalam Sri Setianingsih vs. Busono-Busono Nomor 3431 K/Pdt/1985 tanggal 4 Maret 1987, membatalkan perjanjian pinjam-meminjam uang sebab salah satu pihak karena posisi tawarnya yang kuat telah membuat isi kontrak sedemikian rupa hingga menguntungkan dirinya sendiri. Dalam perkara ini Sri Setianingsih telah meminjamkan bunga pinjaman 10% per bulan, sedangkan pada saat itu bunga bank 12% per tahun. Mahkamah Agung RI tidak memperbolehkan pelaksanaan perjanjian tersebut, bahkan membatalkan, atas dasar itikad baik.”
Sistem hukum common law tidak memperbolehkan mencantumkan klausul denda dalam kontrak. Sebaliknya dalam sistem civil law, pencantuman klausul denda tersebut sesuai dengan asas berkontrak. Misalnya Pasal 1239 KUHPerdata yang menyebutkan : “Tiap-tiap perikatan untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya dalam kewajiban memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga.” Menurut sistem hukum civil, model yang tercantum dalam KUHPerdata tersebut yang terdapat dalam code napoleon adalah model yang efisien. Sebaliknya menurut sistem common law bila klausul denda tersebut ingin disamakan dengan liquidates damages, ia harus dalam bentuk jumlah yang actual dari kerugian yang diderita. Dapat disimpulkan bahwa saat ini penggunaan sistem common law dalam Negara penganut civil law ataupun sebaliknya tetap sah selama kontrak dimaksud tidak melanggar ketentuan yang ada juga harus tetap memperhatikan hal-hal yang disyaratkan oleh hukum positif.

b. Suatu kerjasama bisnis perlu dituangkan dan disusun dalam bentuk kontrak komersial antara lain untuk melindungi kepentingan para pihak yang saling mengikatkan diri agar kerjasama yang dijalin selesai dan hak-kewajiban para pihak dapat terpenuhi yang mana jika dibuat secara tertulis maka dapat digunakan sebagai alat pembuktian apabila terjadi perselisihan. Terdapat 2 (dua) fungsi kontrak yaitu :
1)   Fungsi yuridis : memberikan kepastian hukum mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak yang diharapkan dapat terpenuhi.
2)   Fungsi ekonomis : menggerakkan pemanfaatan sumber daya (hak milik) yang memiliki nilai      ekonomis.
Tujuan kontrak komersial adalah untuk  mewujudkan hubungan kerjasama bisnis untuk memperoleh keuntungan bersama sebesar-besarnya (optimum profit) didasarkan pada prinsip-prinsip bisnis yang sehat. Kegunaan kontrak komersial : Mengakomodasi kehendak para pihak dan Mengesahkan kesepakatan sesuai asas konsensualisme dan asas kebebasan bertanggung jawab. Dalam kontrak komersial terdapat banyak rambu-rambu yang harus diperhatikan, dan dapat bermanfaat dalam pencapaian tujuan dibuatnya kontrak tersebut. Risiko dalam kontrak dapat bersumber dari dua hal yang sering menjadi pemicu  timbulnya sengketa, yaitu kekurang cermatan dalam berkontrak dan tidak adanya itikad baik dari salah satu pihak. Oleh sebab itu dalam penyusunan kontrak perlu dicermati prinsip-prinsip  yang terkait dengan penyusunan kontrak antara lain prinsip hukum kontrak nasional dan prinsip etika bisnis agar kontrak dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Penyusunan kontrak harus didasarkan pada prinsip-prinsip pokok perjanjian sebagaimana tersirat dalam Ps.1338 KUHPerdata yang menjadi prinsip hukum kontrak nasional, yaitu :
a)   Asas kebebasan berkontrak : asas ini lahir sebagai pengakuan terhadap otonomi manusia yang memiliki kemampuan didasarkan pertimbangan rasionalnya untuk menentukan alternatif tindakannya, memutuskan pilihannya dan melaksanakan atas tanggung jawabnya sendiri baik atas perbuatannya maupun akibat perbuatannya. Asas ini mutlak harus ada untuk terjadinya suatu perjanjian.
b)   Asas konsensualitas : merupakan suatu puncak peningkatan manusia yang tersirat dalam pepatah “een man een man, een word een word”. Yang berarti bahwa dengan diletakkannya kepercayaan pada perkataan seseorang, orang itu ditempatkan setinggi-tingginya dalam martabatnya sebagai manusia. Setiap orang harus dapat dipegang ucapannya sebagai suatu tuntutan kesusilaan dan jika seseorang ingin dihormati sebagia manusia, maka ia harus dapat dipegang perkataannya (Ps. 1320 jo 1338 (1) KUHPerdata).
c)    Asas kekuatan mengikat : asas ini tersirat dalam Ps. 1338 (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai UU bagi mereka yang membuatnya (pacta sunt servanda). Akan tetapi sahnya perjanjian juga harus didasarkan pada nilai-nilai kepatutan, kebiasaaan dan UU yang berlaku (Ps.1339, 1447 KUHPerdata), sehingga perjanjian yang melanggar hal-hal tersebut dapat dianggap batal demi hukum.
d)   Asas itikad baik : asas ini bersumber dari prinsip kemanfaatan (beneficence) yang diterjemahkan sebagai keharusan berbuat baik (bona fidel), bahwa hidup bersama harus mendatangkan kemanfaatan (kemashlahatan) dan sekali-kali tidak boleh merugikan orang lain. Setiap orang wajib membantu orang lain atau bekerjasama dalam memenuhi tuntutan kebutuhannya sebagai subjek hukum. Asas itikad baik dapat ditafsirkan dari Ps.1338 (3) KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Oleh karena itu, pemberlakuan asas ini merupakan tuntutan bagi para pihak secara bertimbal balik. Asas ini erat kaitannya dengan prinsip keadilan (justice) yang diterjemahkan sebagai prinsip saling menguntungkan.
Tanpa adanya kontrak akan sulit dalam pembuktian jika terjadi wanprestasi oleh salah satu pihak. Kontrak dapat menjadi pelindung bagi para pihak dalam menjalankan kerjasama. Contohnya dalam perjanjian sewa-menyewa, jika tidak dituangkan dalam suatu kontrak maka penyewa tidak dapat membuktikan bahwa ia telah sepakat dengan pemberi sewa untuk dapat tinggal dalam rumah sewaan selama 1 tahun, jika terdapat itikad tidak baik dari pemberi sewa, bisa saja pemberi sewa mengatakan bahwa perjanjian yang dilakukannya hanya untuk 6 bulan. Dalam tahapan penyusunan kontrak juga akan diperoleh manfaat mengenai terangnya hak dan kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan kerjasama dimaksud. Dengan mengikuti seluruh tahapan penyusunan kontrak, termasuk negosiasi maka para pihak akan lebih saling mengenal potensi masing-masing dan akan dapat saling memanfaatkan dengan prinsip-prinsip yang sehat demi tercapainya keuntungan bersama.

c.  4 (empat) prinsip dasar etika yang berlaku dalam kegiatan bisnis :
1)    Prinsip otonomi : adalah sikap dan kemampuan manusia  untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggap baik untuk dilakukan.
2)   Prinsip beneficence : menuntut agar bisnis dijalankan dengan itikad baik (good faith), bahwa kedua pihak secara sepakat bekerjasama untuk memperoleh tujuan bersama dengan salaing memenuhi hak dan kewajiban satu sama lain.
3)    Prinsip non maleficence : menuntut agar tidak ada tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh     para pihak dalam melaksanakan kesepakatan.
4)   Prinsip justice : menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai kriteria rasional objektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.

Terdapat persamaan antara prinsip hukum kontrak nasional dengan prinsip dasar etika bisnis dimana kedua prinsip tersebut saling mendukung, sehingga jika prinsip-prinsip tersebut dilaksanakan dengan baik maka tujuan kontrak komersial akan tercapai yaitu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kedua belah pihak. Namun agar tujuan tersebut dapat terlaksana maka perlu kecermatan dalam penyusunan kontrak sebab ketidakcermatan berkontrak akan mengakibatkan penyimpangan dari prinsip pertanggungjawaban.

2. Berbagai macam kerjasama bisnis menunjukkan kreativitas manusia didasarkan hak dan kebebasannya untuk mengikatkan diri dalam kehidupan bersama.
a.  Juris praecepta sunt haec : honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere . dimaksudkan bahwa manusia sama derajatnya sehingga tidak boleh merugikan orang lain. Pada hakekatnya hukum manusia lahir dari hukum kodrati dan hukum kodrati lahir dari hukum ilahi. Hukum ilahi memandang semua manusia adalah sama dan yang membedakan manusia satu dengan manusia lainnya adalah kualitas imannya, yang mana hanya Tuhan yang dapat menentukan kadar keimanan seseorang. Sehingga hukum manusia harus menjunjung tinggi asas kesetaraan di mata hukum, dimana seseorang kedudukan di mata hukum adalah sama tanpa menilai harta dan jabatan. Karunia yang dilimpahkan oleh Maha Pencipta bebas untuk dikelola oleh manusia sepanjang tidak dilarang dan tidak merugikan hak-hak orang lain sebagaimana telah diatur dalam UUD. Kaitan semboyan hukum dengan pelaksanaan kontrak dapat diartikan sebagai berikut :  Honeste vivere : hidup secara jujur dan bertingkah laku secara luhur dan hormat, dapat diartikan bahwa seseorang yang telah mengikatkan diri dalam kontrak hendaknya melaksanakan isi kontrak (kewajiban) dengan sebenar-benarnya , jika kontrak tersebut jual-beli maka penjual haruslah secara jujur menyatakan kondisi barang yang dijual. Contohnya : jujur dalam menyatakan suatu keadaan dengan sebenarnya, sehingga dalam penyusunan kontrak maka apa yang diperjanjikan itu pulalah yang dipenuhi.  Alterum non laedere : tidak merugikan orang lain dimaksudkan agar tidak ada kecurangan dalam pelaksanaan kontrak untuk mendapatkan keuntungan lebih selain yang diperjanjikan, misalnya dalam kontrak jual beli rumah, penjual mengecat ulang seluruh rumah sehingga nampak baru, padahal kondisi fisik rumah sebenarnya tidak baik dan banyak kerusakan-kerusakan yang disembunyikan. Contohnya : sudah barang tentu bahwa tujuan kerjasama adalah untuk mendapatkan keuntungan, namun terkait dengan adanya itikad baik, maka hendaklah keuntungan yang ingin diperoleh jangan sampai mengakibatkan kerugian pada pihak lain. Suum cuique tribuere : memberikan orang lain hak nya adalah agar para pihak saling mendahulukan kewajibannya sehingga hak pihak lain dapat segera terpenuhi, dalam pelaksanaan jual beli, maka pembeli harus membayar atas barang yang diperjanjikan dan penjual harus segera memberikan barang tersebut. Contohnya : jika salah satu pihak sudah memenuhi prestasi maka pihak lain juga berkewajiban untuk melakukan prestasi (memberi apa yang menjadi hak orang lain) sesuai dengan kontrak yang telah disepakati sebelumnya.

b.   Transaksi bisnis adalah suatu kegiatan atau proses yang meliputi kegiatan tawar-menawar (negotiation) antara para pihak tentang hak dan kewajiban sehubungan dengan objek bisnis, prestasi, risiko, peristiwa serta implikasi dari peristiwa yang timbul dari akibat transaksi, termasuk implikasi dari peristiwa di luar hubungan bisnis. Kontrak merupakan perjanjian (bersifat perdata): yang merupakan suatu perbuatan dengan mana satu orang/pihak atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang/pihak atau lebih (Ps.1313 KUHPerdata). Unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam pengertian perjanjian :
a)   adanya perbuatan hukum
b)   perbuatan hukum terjadi karena kerjasama dua orang/lebih
c)   kerjasama itu terjadi karena persesuaian kehendak dari beberapa orang/kesepakatan
d)   persesuaian kehendak itu harus dinyatakan
e)   pernyataan kehendak (wilsverklaring) yang sesuai itu harus saling bergantung satu sama lain untuk  timbulnya akibat hukum
f)     akibat hukum yang timbul itu merupakan tujuan yang dikehendaki bersama
g)    tujuan yang dikehendaki  itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau bersifat timbal balik.
h)   tujuan yang dikehendaki itu harus dengan tidak bertentangan dengan perundang-undangan yang berlaku.
Pelaksanaan perjanjian, meliputi :
1)  Fase pra-contractual
Yaitu adanya penawaran dan permintaan, dalam tahap prakontrak ini masing-masing pihak harus menegakkan prinsip itikad baik, yang oleh karena itu jika salah satu pihak beritikad buruk, maka haruslah disediakan sarana hukum berupa hak gugat dan hak untuk menuntut ganti rugi dalam tahap prakontrak
2)  Fase contractual
Yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak.  Yang harus diperhatikan supaya kontrak itu dikatakan sah adalah adanya meeting of mind, yaitu adanya persesuaian pernyataan kehendak antara para pihak tentang objek kontrak. Apabila objeknya jelas maka kontrak dikatakan sah.
3)  Tahap post-contractual
Yaitu tahapan pelaksanaan perjanjian.
    
Didalam KUHPerdata tidak dijelaskan secara rinci mengenai momentum terjadinya kontrak, hanya dijelaskan dengan cukup adanya consensus antara kedua pihak. Namun dari berbagai sumber terdapat setidaknya 4 (empat) teori yang membahas mengenai momentum terjadinya kontrak, yaitu :
1)  Teori Pernyataan : kesepakatan terjadi saat pihak yang menerima penawaran menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
2) Teori Pengiriman : kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram
3) Teori Pengetahuan : kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan mengetahui adanya penerimaan , tetapi penerimaan itu belum diterimanya (diketahui secara langsung).
4) Teori Penerimaan : kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban  dari pihak lain.

Dapat disimpulkan dari uraian diatas bahwa kesepakatan terjadi dalam transaksi bisnis adalah sejak tahap pra-contractual, sehingga apabila salah satu pihak membatalkan sepihak perjanjian tersebut maka ia dapat dikenai ganti kerugian. Namun hanya sebatas pada kerugian yang timbul saat tahap perjanjian pra-contractual saja. Oleh karena pihak yang dirugikan tidak dapat menuntut berdasarkan yang tertulis dalam pasal 1243 s/d pasal 1252 KUHPerdata, oleh karena Bab I bagian 4 Buku III KUHPerdata hanya mengatur tentang Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, jelas disini yang ada baru negosiasi prakontrak, belum ada perikatannya. Penuntutan hanya dapat dilakukan dengan menggunakan prinsip good faith dan fair dealing yang dapat ditafsirkan bahwa Pihak yang dirugikan hanya dapat menuntut pengembalian atas biaya yang telah dikeluarkan dan atas kehilangan kesempatan untuk melakukan kontrak dengan pihak ketiga. Akan tetapi ia tidak dapat menuntut ganti rugi atas keuntungan yang diharapkan dari kontrak yang batal diadakan itu.

c.   Kasus-kasus hukum bagaimanapun tidak dapat dihindari dalam suatu transaksi bisnis. Hal tersebut dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain :
a)   Penyusunan kontrak yang tidak cermat sehingga memicu sengketa. Misalnya tidak adanya klausul force majeure dalam kontrak, sehingga saat pelaksanaan perjanjian terdapat force majeure kedua belah pihak merasa dirugikan dan saling menghindari kewajiban yang akan berujung pada saling menuntut.
b)   Perbedaan penafsiran : penyusunan kontrak yang tidak cermat akan memberikan peluang terjadinya penfsiran kontrak yang berbeda antara kedua belah pihak. Misalnya mengenai barang yang diperjanjikan, pedagang telah menyerahkan barang yang diminta oleh pembeli. Namun pembeli merasa kriteria barang tidak sesuai dengan yang diharapkan sehingga menuntut atas wanprestasi yang dilakukan oleh pedagang dan tidak mau melakukan pembayaran, namun pedagang sendiri merasa telah memenuhi kewajibannya dan menuntut haknya. Spesifikasi dan kriteria barang yang tidak jelas akan memicu terjadinya dispute di kemudian hari.
c)  Itikad buruk : dari awal salah satu pihak memang memiliki itikad tidak baik dalam melaksanakan kontrak, sehingga tentu saja akan ada pihak yang merasa dirugikan dan akan melakukan tuntutan balik atas kerugian yang dideritanya.
Untuk memperkecil kemungkinan terjadinya permasalahan hukum dikemudian hari, maka saat-saat negosiasi menjadi sangat penting untuk dapat mengemukakan keinginan masing-masing pihak sebelum kontrak itu dibuat. Kekuatan hukum suatu negosiasi berbeda-beda antara hukum di suatu negara dengan negara lain. Ada sistem hukum yang mensyaratkan bahwa negosiasi kontrak belum belum mengikat sama sekali sebelum kontrak tersebut ditandatangani ada juga yang mensyaratkan bahwa negosiasi kontrak sudah dapat mengikat sejak terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak. Dalam Prinsip Kontrak Komersial International UNIDROIT, terdapat prinsip larangan bernegosiasi dengan itikad buruk, sehingga dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab hukum telah lahir sejak proses negosiasi. Prinsip hukum tentang negosiasi yaitu :
a)  Kebebasan negosiasi;
b)  Tanggung jawab atas negosiasi dengan itikad buruk;
c)  Tanggung jawab atas pembatalan negosiasi dengan itikad buruk.

Dalam prinsip ini kita dapat ketahui bahwa para pihak tidak hanya bebas untuk memutuskan kapan dan dengan siapa melakukan negosiasi, namun juga bebas menentukan kapan, bagaimana dan untuk berapa lama proses negosiasi dilakukan; jelas prinsip ini sesuai dengan Prinsip nomor 1 ( Pasal 1.1 ) dan tidak boleh bertentangan dengan Prinsip nomor 2 yaitu prinsip good faith dan fair dealing yang diatur dalam pasal 1.7 yang menyatakan :
"each party must act in accordance with good faith and fair dealing in international trade;
the parties may not exclude or limit this duty
." Berdasarkan prinsip tersebut maka negosiasi tidak boleh dilakukan dengan itikad buruk dan menyimpang dari prinsip fair dealing. Contohnya :
a) seseorang melakukan atau melanjutkan negosiasi tanpa berkeinginan mengadakan kontrak dengan maksud untuk mengalihkan perhatian lawan/saingan bisnisnya.
b)  suatu pemutusan negosiasi dimana tahap perundingan sudah mencapai suatu kondisi dimana secara timbal balik para pihak telah memberikan harapan bahwa perundingan akan menjadi kontrak.
c) apabila dengan sengaja menyesatkan pihak lain mengenai isi atau syarat kontrak, baik dengan menyembunyikan fakta yang semestinya diberitahukan ataupun mengenai status pihak yang berkepentingan dalam negosiasi.

3. Konstruksi kontrak dalam perkembangannya, ada yang berupa perjanjian campuran yaitu mengandung unsur-unsur dari berbagai macam perjanjian.
a. Konstruksi hukum dalam perkembangannya ada yang berupa perjanjian campuran (contractus sui generis)yang mengandung berbagai unsur perjanjian. Terdapat berbagai paham terkait perjanjian campuran, yaitu :
1) ketentuan mengenai perjanjian khusus ditetapkan secara analogis sehingga setiap unsur perjanjian khusus tetap ada
2)  ketentuan yang dipakai adalah ketentuan yang paling menentukan (teori absorpsi)
3)  ketentuan-ketentuan undang-undang diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan uu yang berlaku untuk itu (teori kombinasi)

Prinsip dasar hukum perjanjian hukum Indonesia sebagaimana diatur dalam Ps.1320 KUHPerdata, yaitu :
1)  kesepakatan antara kedua belah pihak
2)  kecakapan
3)  mengenai suatu hal tertentu (objek kontrak)
4)  suatu sebab yang halal

Dalam perjanjian campuran yang mengandung berbagai unsur perjanjian, para pihak bebas menyusun kontrak perjanjian yang mereka inginkan, dengan syarat tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan atau norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Ps.1338 KUHPerdata.

b.  Pada dasarnya kontrak yang dibuat oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dengan demikian, kontrak yang dibuat oleh para pihak disamakan dengan undang-undang. Oleh karena itu, untuk membuat kontrak diperlukan ketelitian dan kecermatan dari para pihak, baik dari pihak kreditur maupun debitur, pihak investor maupun dari pihak negara yang bersangkutan. Hal-hal yang patut diperhatikan oleh para pihak yang akan mengadakan dan membuat sebuah kontrak antara lain:
a) kewenangan hukum para pihak : yaitu kecakapan dan kemampuan para pihak untuk mengadakan dan membuat kontrak
b)  perpajakan : dalam menyusun kontrak haruslah dipahami mengenai peraturan perpajakan agar tidak menimbulkan masalah hukum kedepannya.
c)  alas hak yang sah : terutama untuk kontrak jual beli, bagaimanapun pembeli harus mengetahui alas hak atas barang yang dibeli, jangan sampai barang yang dibeli ternyata barang selundupan atau barang curian yang dapat merugikan dirinya.
d) pilihan hukum : yaitu berkaitan dengan hukum manakah yang akan digunakan dalam pembuatan maupun pelaksanaan kontrak tersebut.
e) penyelesaian sengketa : perjanjian yang telah disepakati tidak selalu dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dalam setiap perjanjian perlu dimasukkan klausula mengenai penyelesaian sengketa apabila salah satu pihak tidak memenuhi perjanjian atau wanprestasi. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara damai (mediasi), arbitrase ataupun melalui pengadilan.
f) pengakhiran kontrak : dalam Pasal 1266 KUHPerdata ditentukan bahwa “tiap-tiap yang akan mengakhiri kontrak harus dengan putusan pengadilan yang mempunyai yurisdiksi atas kontrak tersebut”. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk melindungi kepentingan pihak yang lemah.

Di dalam mempersiapkan kontrak, ada dua prinsip hukum yang harus diperhatikan :
1)  beginselen der contractsvrijheid atau party autonomy : hak dan kewajiban para pihak yang menjadi dasar penyelesaian sengketa mereka
2)  pacta sunt servanda : Perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak, berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang menyelenggarakan. Prinsip ini sangat fundamental dalam hukum internasional dan menjadi norma imperatif dalam praktek perjanjian internasional. Prinsip ini merupakan jawaban mengapa perjanjian internasional itu mempunyai kekuatan mengikat. Dalam Pasal 26 Konvensi Wina dirumuskan pengertian pacta sunt servanda, bahwa setiap perjanjian mengikat terhadap pihak-pihak pada perjanjian itu harus dilaksanakan dengan iktikad baik. Prinsip iktikad baik ini tidak hanya berlaku dalam pelaksanaan perjanjian-perjanjian yang bersifat khusus, tetapi juga berlaku terhadap perjanjian internasional yang berlaku umum seperti Piagam PBB.
Penyusunan kontrak memerlukan kejelian dan ketelitian dari para pihak maupun para notaris. Jika keliru dalam penyusunan kontrak maka akan menimbulkan permasalahan di dalam pelaksanaannya. Anatomi Kontrak Bisnis secara umum adalah :
Bagian I
Merupakan keterangan mendasar meliputi: judul, tanggal, para pihak, kata sepakat menggunakan latar belakang (recitle), mengenai sesuatu untuk apa perjanjian diadakan, tidak melanggar hukum (sesuatu sebab yang halal) dan pasal 1 yang isinya tentang definisi.
Bagian II
Merupakan bagian dari kontrak berisi tentang isi kontrak yang khas. Bagian inilah yang membedakan isi kontrak yang satu dengan kontrak yang lain.
Bagian III
Merupakan suatu bagian kontrak yang berisi pasal-pasal yang harus ada di semua kontrak yang dibuat meliputi isi kontrak yang prinsip antara lain yaitu: wanprestasi (even of default), peringatan (notice) atau somasi, ganti rugi atau denda, force majeure atau keadaan darurat, Penyelesaian sengketa (settlement of dispute), bahasa yang dipakai, ketentuan amandemen untuk kontrak jangka panjang, the entire agreement (kalimat dari keseluruhan perjanjian), penutup dan tanda tangan.

c.   Timbulnya perjanjian standar dilandasi oleh kebutuhan akan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap kegiatan transaksi. Karakter dari suatu perjanjian standar dapat dikemukakan sebagai berikut :
a)      isi kontrak telah ditetapkan
b)      penggandaan kontrak
c)      posisi tawar konsumen yang lebih rendah daripada produsen
Di dalam suatu perjanjian standar, khususnya perjanjian standar sepihak (adhesion contract) terdapat pencantuman “klausul eksonerasi” (exemption clause). Klausul ini pada prinsipnya bertujuan membatasi bahkan meniadakan tanggung jawab kreditur atas risiko-risiko tertentu yang mungkin timbul di kemudian hari. Pada kenyataannya perjanjian standar tersebut menghalangi asas kebebasan berkontrak, namun saat ini semakin banyak dipergunakan dengan daliih efisiensi. Penafsiran hukum yang berlaku mengingat posisi tawar produsen lebih besar maka penafsiran dari pihak konsumen tidak dapat / kecil kemungkinan diterapkan dalam pelaksanaan kontrak. Perjanjian ini bersifat takeit or leave it, sehingga jika konsumen sudah menyetujui kontrak maka termasuk menyetujui seluruh klausul dan penafsiran hukum yang berlakuk atas kontrak tersebut. Sebagai contoh dalam perjanjian pengiriman uang ke luar negeri antara nasabah suatu bank, digunakan perjanjian standar berbentuk formulir dimana pada bagian belakangnya tercantum ketentuan berikut :
“ Bank akan melaksanakan sebaik-baiknya aplikasi tersebut. Namun demikian, bank dibebaskan dari tanggung jawab atas segala kerugian yang timbul karena :
a)   kesalahan/kekeliruan/kekurangjelasan pengisian form aplikasi transfer sehingga salah ditafsirkan oleh bank
b)   kelambatan, cacat, hilang dan sebagainya yang berada di luar kekuasaan bank dan yang disebabkan oleh instansi lain seperti Telkom dan sebagainya.
Jika transfer tidak diambil oleh si penerima, bank akan mengembalikan jumlah transfer tersebut setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang timbul”
Ketika suatu transfer yang sangat penting bagi nasabah tidak berhasil diterima oleh penerima transfer yang menyebabkan kerugian bagi nasabah, berdasarkan kerugian tersebut maka nasabah mengajukan tuntutan kepada bank dengan keyakinan bahwa seluruh syarat transfer telah dilakukan dengan sesuai. Mengingat kerugian nasabah akibat kegagalan transfer sangat besar, maka nasabah mengajukan tuntutan ganti rugi sesuai kerugian yang dialami. Namun bank setelah dilakukan investigasi bahwa kegagalan transfer diakibatkan oleh errornya sistem bank, maka bank  hanya dapat mengupayakan pengembalian uang transfer nasabah dan tetap dipotong dengan biaya-biaya yang timbul, karena berdasarkan penafsiran bank dalam perjanjian tersebut tidak ada klausul yang menyatakan bank bertanggung jawab atas kerugian nasabah akibat gagal transfer.

4.  Kontrak dalam wujudnya sebagai perjanjian tertulis berperan sebagai sumber hukum yang perlu dan terlebih dahulu dijadikan acuan penting dalam melaksanakan hak dan kewajiban.
a.  Kehidupan ekonomi manusia yang semakin berkembang menjadikan hukum kontrak menjadi bagian penting dalam tatanan perekonomian. Pengaturan hukum kontrak yang sedemikian rupa diharapkan dapat melindungi hak dan kewajiban masyarakat tanpa membatasi kebebasan mereka dalam berkontrak. Perkembangan teknologi membawa dampak besar yang signifikan pada dunia bisnis, dimana system perdagangan saat ini memanfaatkan sarana internet sehingga tidak ada interaksi langsung antara penjual dan pembeli.  Di dalam UU No.11 Th.2008 tentang informasi dan transaksi elektronik, ditegaskan bahwa :
1)  Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan computer, jaringan computer dan/atau media elektronik lainnya (Ps.1:2)
2)    Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui system elektronik (Ps.1:17)
Saat ini dengan mobilitas seseorang yang sangat tinggi diakuinya kontrak elektronik sangat membantu perkembangan dunia bisnis. Sebab banyak kemudahan dan keuntungan yang diperoleh dengan penerapan kontrak elektronik, diantaranya adalah :
a)   Sarana marketing dan penjualan langsung yang murah
b)   Dapat membantu penghematan perusahaan karena dapat menurunkan biaya operasional
c)   Memperpendek product cycle dan management supplier
d)   Meluaskan jangkauan perusahaan
e)   Waktu operasi yang tidak terbatas
f)  Dapat terbentuk komunikasi langsung yang akan berdampak pada perbaikan pelayanan oleh produsen

b.  Sistem perdagangan dengan memanfaatkan sarana internet (interconnection networking), yang selanjutnya disebut e-commerce telah mengubah wajah dunia bisnis Indonesia. Selain disebabkan oleh adanya perkembangan teknologi informasi, e-commerce lahir atas tuntunan masyarakat terhadap pelayanan yang serba cepat, mudah dan praktis. Melalui internet masyarakat memiliki ruang gerak yang lebih luas dalam memilih produk (barang dan jasa) yang akan dipergunakan tentunya dengan berbagai kualitas dan kuantitas sesuai yang diinginkan.
E-commerce merupakan salah satu bentuk transaksi perdagangan yang paling banyak dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi. Melalui transaksi perdagangan ini, konsep pasar tradisional (dimana penjual dan pembeli secara fisik bertemu) berubah menjadi konsep telemarketing (perdagangan jarak jauh dengan menggunakan internet). Transaksi yang dilakukan secara elektronik pada dasarnya adalah perikatan ataupun hubungan hukum yang dilakukan secara elektronik dengan memadukan jaringan sistem elektronik berbasiskan komputer dengan sistem komunikasi, yang selanjutnya difasilitasi oleh keberadaan jaringan komputer global atau internet (vide Pasal 1 angka 2 UU ITE). Hubungan keperdataan antara para pihak dalam transaksi elektronik dituangkan dalam  dokumen elektronik  dan mengikat para pihak.  Kontrak elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui sistem elektronik. Dalam hal ini dokumen elektronik harus dipahami sebagai bentuk kesepakatan para pihak, yang bukan hanya diformulasikan dalam bentuk perjanjian elektronik namun juga dalam fitur-fitur yang disediakan, seperti “I agree,  I accept” sebagai bentuk persetujuan/kesepakatan.  Melihat formulasinya, maka kontrak elektronik tersebut  merupakan perjanjian baku. Di dunia internet, kesepakatan terjadi secara elektronik. UU ITE mengakui transaksi elektronik yang dituangkan dalam kontrak elektronik yang mengikat para pihak (vide Pasal 18 ayat (1)). Menjadi pertanyaan adalah kapan suatu suatu transaksi elektronik yang dilakukan melalui internet terjadi. Berdasarkan Pasal 20 UU ITE, transaksi elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim oleh Pengirim diterima dan disetujui oleh Penerima. Namun persetujuan tersebut harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik (misalnya dengan mengirimkan email konfirmasi). UU ITE telah mengatur mengenai pilihan hukum, yaitu bahwa para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi transaksi elektronik internasional yang dibuatnya. Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam transaksi elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas hukum perdata internasional (vide Pasal 18 ayat (2) dan ayat (3) UU ITE).

c.    Kesadaran tanggung jawab para pelaku bisnis dalam menerapkan asas kebebasan berkontrak dan itikad baik merupakan hal yang sangat penting untuk menciptakan kontrak yang baik. Asas kebebasan berkontrak memberikan kesempatan para pelaku bisnis untuk dapat saling mengikatkan diri sebebas-bebasnya (selama tidak melanggar ketentuan umum) agar pelaksanaan bisnis dapat berjalan dengan baik. Oleh karena pemberian wewenang membuat hukum sendiri (yang berlaku untuk oara pihak) maka tanpa adanya kesadaran akan tanggung jawab dan itikad baik, maka mustahil kontrak tersebut dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Itikad baik sendiri merupakan sesuatu yang abstrak, tidak ada tolak ukur nilai yang pasti. Sehingga jika tidak berasal dari Nurani para pihak maka dapat dipastikan kontrak tidak akan saling menguntungkan. Contohnya, A (agent Indonesia) berjanji pada B (principal Jepang) untuk memasarkan produk B di Indonesia. Di dalam perjanjian ditegaskan:
“A  berhak atas pembayaran komisi hanya setelah B menyetujui pesanan barang yang dibuat oleh A dengan pihak ketiga”
Pada dasarnya B bebas untuk menyetujui atau menolak memenuhi pesanan-pesanan barang yang ditutup melalui A, tetapi bagaimana bila setiap pesanan lewat A secara sistematis dan tanpa dasar yang jelas selalu ditolak oleh B ?. Maka B dapat dianggap melanggar prinsip itikad baik.

5.    Tujuan disusunnya suatu bentuk kontrak komersial bukan untuk mempertajam perbedaan dan memaksakan kehendak, tetapi untuk menciptakan kerjasama didasarkan kesepakatan dengan mematuhi kaidah-kaidah etika bisnis dan kaidah-kaidah hukum kontrak yang berlaku.
a.  Dalam negosiasi pra kontraktual para pihak sedang saling menjajaki , tawar-menawar, demand and supply sampai terjadinya consensus. Namun seringkali terjadi kegagalan salah satu pihak dalam melakukan koreksi atas klausul kontrak yang dapat merugikannya karena adanya kelemahan posisi tawar misalnya dalam kontrak baku dimana penjual sudah menerapkan standar kontrak yang dalam hal ini posisi pembeli adalah “take it or leave it” sehingga jika pembeli memang menginginkan barang yang dijual oleh pembeli dia akan menyetujui syarat dalam kontrak sekalipun berisiko merugikan dirinya. Hambatan dalam melakukan negosiasi antara lain :
a)  Hambatan strategis : isu dalam negosiasi adalah bahwa kedua belah pihak menginginkan keuntungan semaksimal mungkin dari pelaksanaan suatu perjanjian, sedangkan keuntungan maksimal satu pihak akan menyebabkan kerugian di lain pihak. Sehingga diperlukan keterbukaan antar pihak agar dapat tercipta pilihan-pilihan yang dapat dianalisa, dipertimbangkan dan diperbandingkan dari berbagai macam perspektif.
b) Principal/agent problem : problem dasarnya adalah pembayaran untuk negosiasi agent atas kepentingan para pihak yang bisa menyebabkan perilaku yang gagal melayani kepentingan-kepentingan yang prinsip.
c) Hambatan kognitif : disebabkan oleh pikiran yang memproses informasi, risiko yang dihadapi, ketidakpastian, membuat kesimpulan dan keputusan.

b.  Untuk menghindari upaya penyalahgunaan keadaan oleh pihak lain, ada baiknya masing-masing pihak memperhatikan hal-hal berikut :
a)   Analisislah potensi untung-rugi dan analisa ekonomi terhadap obyek yang diperjanjikan. Hal ini perlu dibahas oleh tim, atau bila perlu dengan pengacara/ konsultan hukum bisnis
b)   Buatlah peta proses bisnis terhadap obyek yang diperjanjikan dalam kontrak secara detail
c)   Berdasarkan hasil pemetaan diatas, buatlah analisis pada masing-masing elemen apakah ada potensi sengketa. Bila ada, masukkan kedalam daftar potensi dispute.
Bila semua elemen telah selesai dianalisis dan semua potensi dispute sudah masuk dalam daftar dispute, maka lakukanlah analisis oleh tim lain. Tujuannya adalah sebagai verifikasi sekaligus second-opinion. Apabila semua potensi sengketa telah final dan disepakati, buatlah alternatif- alternatif untuk mengantisipasi dispute tersebut. Alternatif-alternatif yang ada bisa bermacam-macam, dari menghindari terjadinya dispute sampai dengan menghadapi pihak lawan dan menghindari potensi kerugian. Dengan demikian, kotrak bisnis yang ditulis dengan benar dan dianalisis secara cermat akan memberi kepastian hukum bagi Anda dan mendatangkan keuntungan.

c.    Setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak selalu ada kemungkinan berpotensi konflik, Perselisihan atau sengketa kadang-kadang tidak dapat dihindari karena adanya kesalahpahaman, pelanggaran peraturan perundang-undangan, ingkar janji, kepentingan yang berlawanan dan atau kerugian pada salah satu pihak. Sumber konflik yang sering menjadi pemicu timbulnya sengketa adalah: itikad tidak baik dari salah satu pihak, kekeliruan menafsirkan kalimat-kalimat dalam kontrak, Force Majeure,wanprestasi, masalah moneter, waktu dan masaiah ketentuan denda. Dalam suatu kontrak, ada pasal atau bagian dari pasal yang mengatur suatu hal tertentu yang bersifat "spesial" berkaitan dengan kemungkinan peristiwa yang tidak dikehendaki oleh para pihak yang terjadi dikemudian hari. Oleh karena selalu adanya potensi konflik dalam pelaksanaan kontrak, maka  perlu diatur klausula penyelesaian sengketa dalam setiap kontrak bisnis. Contohnya : Pihak A dan Pihak B telah bersepakat untuk kontrak komersial di bidang perdagangan. Akan tetapi dalam kontrak tersebut tidak ada pengeturan mengenai force majeure. Suatu ketika karena adanya huru-hara di tempat Pihak B yang menyebabkan Pihak B tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada Pihak A, maka Pihak A menuntut Pihak B dengan dalih wanprestasi. Pihak B tentu saja akan membela diri dengan dalih force majeure, yaitu bahwa wanprestasi tersebut dikarenakan hal-hal yang diluar keinginan Pihak B dan bahwa Pihak B sebenarnya benar-benar ingin melaksanakan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan namun terhambat oleh adanya huru-hara. Akibat tidak adanya pengaturan tersebut, akan membawa para pihak berselisih dan sulit menemukan jalan keluar.

6. Kecermatan atau kahati-hatian dan itikad baik merupakan dua hal yang secara umum seharusnya diperhatikan oleh para penyusun kontrak komersial atau diharapkan dimiliki oleh para pihak yang akan bernegosiasi untuk mencapai kesepakatan yang akan dituangkan dalam suatu kontrak komersial.
a.  Perkembangan dunia bisnis saat ini menuntut agar terciptanya sistem kontrak yang efisien, sehingga perjanjian baku atau kontrak standar semakin banyak diberlakukan, misalnya dalam dunia perbankan. Dalam pelaksanaan kontrak standar salah satu pihak mengalami posisi tawar yang lebih lemah dan tidak memiliki kesempatan negosiasi untuk memperoleh benefit yang lebih besar. Namun, sesuai asas yang berlaku mutlak di seluruh dunia dalam hukum kontrak yaitu adanya itikad baik sehingga tidaklah merugikan sepenuhnya untuk dapat mengambil kontrak standar sebagai sarana perwujudan kontrak. Tetapi sebagai konsumen yang cerdas maka kita juga harus cermat dalam membaca dan memahami pasal per pasal dalam isi kontrak dimaksud, agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. Jika ada hal-hal yang tidak dimengerti agar ditanyakan kebih detail sebelum kontrak ditandatangani, dan bila terdapat hal yang perlu di negosiasi maka ada baiknya upaya negosiasi tetap dilakukan dan jika ternyata mengalami jalan buntu, maka telaah lah terlebih dahulu baik dan buruknya. Jika lebih banyak buruknya sebaiknya perjanjian tersebut tidak perlu dilanjutkan.

b.  Klausula yang bertentangan dengan peraturan hukum yang berlaku batal demi hukum sebagaimana dijelaskan dalam. Asas kebebasan berkontrak yang membuat Perjanjian itu layaknya seperti undang-undang, hanya berlaku untuk para pihak saja. Sehingga UU dan peraturan Negara tetap berlaku bagi para pihak. Hal tersebut ditegaskan dalam Ps.1320 KUHPerdata, salah satu syarat sahnya perjanjian adalah “causa yang halal” yang dimaksud adalah setiap kontrak yang dibuat oleh para pihak harus juga memuat alasan/sebab kenapa kontrak itu dibuat. Objek perjanjian tersebut haruslah merupakan hal yang tidak dilarang oleh UU. Sebab hal-hal yang menyangkut objek dan isi kontrak jika tidak terpenuhi, kontrak tersebut “batal demi hukum”. Contoh suatu sebab yang halal : “ Bahwa pihak pertama (pemilik show room) telah mencarterkan kepada Pihak Kedua (Pencarter) dan Pihak Kedua telah mencarter dari pihak pertama satu unit mobil jenis mini bus merek kijang, keluaran tahun 1998, warna hijau metalik.....”. Tanpa adanya klausul “carter” para pihak tidak mendapat kejelasan mengenai pelaksanaan kontrak tersebut, karena bisa saja carter dimaksud ternyata adalah jual-beli. Ketidakjelasan klausul tersebut akan menyebabkan kesimpang siuran dalam pelaksanaan kontrak yangdapat menimbulkan perselisihan di kemudian hari.

c.  Pembatalan kontrak hanya dapat dilakukan jika kontrak dimaksud melanggar syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam Ps.1338 KUHPerdata, yaitu :
Syarat subjektif :
·    Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya : kesepakatan antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan.
·     Kecakapan untuk membuat suatu perikatan : para pihak secara hukum sudah dewasa atau cakap berbuat sesuai undang-undang
Syarat objektif :
·    Mengenai suatu hal tertentu (objek kontrak) : secara yuridis setiap perjanjian/persetujuan/kontrak harus mencantumkan secara jelas dan tegas apa yang menjadi objeknya.
·     Suatu sebab yang halal : setiap kontrak harus memuat alasan/sebab kenapa kontrak itu dibuat.
Syarat subjektif yaitu syarat yang menyangkut subjek hukum pembuat kontrak. Apabila kedua syarat ini dilanggar, maka kontrak tersebut “dapat dimintakan pembatalan”. Sementara syarat objektif, yaitu menyangkut objek dan isi kontrak. Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, kontrak tersebut “batal demi hukum”. Oleh sebab itu pembatalan sepihak dengan alasan ketidaktelitian dalam membaca kontrak harus dimintakan pembatalan melalui pengadilan dengan mengajukan alasan-alasan pembatalan yang dapat dibenarkan, misalnya dalam kontrak telah ditentukan harga kontrak adalah 1 Miliar, namun itu belum termasuk pajak dan biaya-biaya lain. Sedangkan pihak pelaksana kontrak sebelumnya berasumsi harga kontrak sudah termasuk dengan pajak dan biaya-biaya lain, jika kontrak dilanjutkan maka pihak pelaksana akan menderita kerugian yang sangat besar karena harga 1 Miliar sebenarnya harga poko dengan keuntungan yang sangat tipis dari total pelaksanaan pekerjaan. Pembatalan kontrak tidak diperbolehkan dilakukan sepihak sebab akan berakibat pihak yang membatalkan dianggap wanprestasi.

7.    Negosiasi adalah suatu proses keterampilan yang harus dilatih.
a.  Negosiasi adalah bentuk sebuah interaksi sosial saat pihak-pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Faktor yang paling berpengaruh dalam negosiasi adalah filosofi yang menginformasikan bahwa masing-masing pihak yang terlibat "ini adalah kesepakatan dasar kita bahwa "semua orang menang". Kunci untuk mengembangkan filsafat tersebut adalah dengan mempertimbangkan setiap aspek negosiasi dari setiap sudut pandang masing-masing pihak. Keuntungan yang didapat dari negosiasi, antara lain :
1)    Tercapainya tujuan
2)    Kontrol yang lebih besar atas pekerjaan
3)    Hubungan yang lebih baik dengan para kolega
4)     Mencegah dan menyelesaikan konflik
5)    Kepercayaan dari orang lain untuk bekerja sama
6)    Mendapat pelayanan yang lebih baik
Dalam pekerjaan seringkali kita mendapat project yang harus dilaksanakan dengan pihak ketiga. Tahapan negosiasi selain merupakan saat pengenalan dengan calon-calon pihak ketiga juga merupakan bagian dari penilaian menganai kapasitas dan kapabilitas kolega. Dengan negosiasi yang baik, kita dapat memperoleh kolega yang mampu membantu dalam pengerjaan project sesuai dengan skope yang diinginkan dan tentu saja dengan harga yang sesuai. Dengan negosiasi yang baik, pada saat pelaksanaan pekerjaan kedua belah pihak benar-benar saling membantu agar tujuan project dapat tercapai dengan hasil yang maksimal.

b.  Negosiasi atau  perundingan adalah proses mencapai kepuasan bersama  melalui diskusi  dan tawar  menawar. Seseorang  berunding  untuk menyelesaikan perselisihan, mengubah perjanjian atau syarat­syarat, atau  menilai komoditi atau  jasa,  atau  permasalahan yang  lain. Agar perundingan berhasil, masing­masing pihak harus sungguh­sungguh menginginkan persetujuan  yang  dapat ditindaklanjuti, dan sebagai  perjanjian  jangka  panjang. Karena tidak ada gunanya sebuah persetujuan apabila tidak dapat diterapkan atau dilaksanakan. Apabila hal itu  terjadi maka para  perunding (negosiator) yang merupakan wakil­wakil dari suatu pihak yang berkepentingan akan kehilangan kredibilitas dan wibawa. negosiasi paling  tidak mempunyai 4 elemen, yaitu :
1)   Ada beberapa perselisihan atau pertentangan.
2)   Ada beberapa tahap saling ketergantungan diantara kelompok.
3)   Situasinya  harus kondusif untuk  mendapatkan  kesempatan berinteraksi. Itu artinya  bahwa  setiap  pihak/kelompok  ingin  tahu  dan  cenderung  untuk  saling mempengaruhi kelompok lainnya. 
4)   Ada beberapa kemungkinan untuk sepakat
Hasil dari suatu  negosiasi belum tentu  memuaskan semua  pihak,  namun demikian hal  tersebut adalah kenyataan yang harus bisa diterima oleh para negosiator/perunding.
a)   Negosiasi Menang­Kalah (Win­Lose Negotiating)
Ketika sebuah kelompok menginginkan menang dan tentu saja kelompok lainnya akan dikalahkan. Contohnya; seperti orang  membeli mobil, maka ia  harus membayar  kepada penjualnya  yang  kebetulan perlu  uang segera. Maka sebagai pembeli anda dapat dikatakan sebagai pihak yang menang karena dapat membeli mobil tersebut, maka penjual mobil disebut sebagai pihak yang kalah.
b)   Negosiasi Menang­menang (Win­win Negotiating)
Secara sederhana perundingan tersebut berarti bahwa telah terjadi kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak dengan saling menguntungkan. Pendekatan menang­menang lebih disukai dari pada pendekatan menang­kalah.
Pertanyaannya adalah mengapa harus ada pihak sebagai pemenang dan ada pihak sebagai yang  kalah dari pada keduanya  menjadi pemenang. Pada  kenyataannya  bagaimanapun juga, tidak setiap situasi negosiasi memberikan hasil yang diharapkan.

Terkait dengan semboyan hukum honeste vivere, alterum non laedere, suum cuique tribuere. Dalam tahapan negosiasi masing-masing pihak dapat saling menjelaskan perihal yang diinginkan untuk jalannya suatu kontrak. Sebab itu, maka agar kontrak dapat memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi para pihak semboyan hukum harus dapat dilaksanakan. Selain untuk memberikan keuntungan, dipegang teguhnya semboyan hukum akan menghindarkan para pihak dapat risiko perselisihan yang mungkin akan timbul kedepannya. Contohnya : negosiasi yang arogan dan berorientasi hanya kepada keuntungan yang sebesar-besarnya bagi diri sendiri akan menyulitkan para pihak untuk mencapai kata sepakat. Selain itu jika salah satu pihak terlalu mengintimidasi pihak lainnya, kedepannya pihak tersebut dapat saja mengajukan pembatalan kontrak kepada pengadilan dengan alasan “keadaan terpaksa”. Pelaksanaan kontrak yang tidak suum cuique tribuere juga jika pada pelaksanaannya tidak berjalan baik, maka hukum tentu akan memberikan perlindungan pada pihak yang lemah yaitu pihak yang tidak mendapatkan hak nya.

c.   Prinsip-prinsip kontrak international UNIDROIT tahun 1994 selanjutnya disebut Prinsip UNIDROIT adalah sumber hukum kontrak internasional yang juga penting dan berupaya agar tercipta suatu harmonisasi hukum atau aturan-aturan dalam perdagangan internasional. Harmonisasi ini dimaksudkan agar perbedaan suatu sistem hukum dengan sistem hukum lainnya tidak menjadi rintangan atau kendala bagi para pihak dalam melakukan transaksi perdagangan internasional. Sudah barang tentu dengan adanya upaya harmonisasi ini ada suatu sistem hukum yang mau tidak mau harus menyesuaikan dirinya dengan aturan-aturan yang kemudian disepakati para pihak menjadi atau tertuang ke dalam suatu instrumen internasional. Dalam Preamble-nya ditegaskan pula bahwa tujuan Prinsip UNIDROIT adalah :
        i.  berupaya menciptakan suatu aturan yang berimbang. Dengan aturan yang berimbang tersebut diharapkan para aktor perdagangan internasional yang berlatar belakang tingkat ekonomi dan sistem politik bahkan sistem hukum yang berbeda dapat menggunakannya.
          ii. Prinsip UNIDROIT ini dapat digunakan oleh para pihak manakala mereka menemukan jalan buntu dalam menentukan hukum mana yang akan dipilih terhadap kontrak mereka. Kebuntuan ini karenanya dapat diselesaikan dengan kesepakatan para pihak untuk memilih prinsip kontrak UNIDROIT.
            iii.  Prinsip UNIDROIT dapat digunakan oleh para pihak untuk menafsirkan sesuatu hal (klausul) dalam kontrak yang menimbulkan sengketa (karena perbedaan penafsiran) di antara para pihak.
            iv.   Prinsip-prinsip hukum kontrak yang terdapat di dalam prinsip UNIDROIT dapat dimanfaatkan sebagai pegangan bagi para pihak perancang hukum di Negara-negara di dunia dalam merancang hukum kontraknya.

8.  Kontrak komersial telah berkembang dalam berbagai variasi baik dilihat dari subjeknya maupun dari objeknya.
a. Di indonesia , kerjasama waralaba (franchising) dikenal sejak tahun 1980-an dan dipelopori oleh perusahaan-perusahaan multinasional.  Menurut Ensiklopedia Nasional Indonesia pengertian franchising adalah : “ suatu bentuk kerja sama manufaktur atau penjualan antara pemilik franchise dan pembeli franchise atas dasar kontrak dan pembayaran royalty. Kerjasama ini meliputi pemberian lisensi atau hak pakai oleh pemegang franchise yang memiliki nama atau merek, gagasan, proses, formula atau alat khusus ciptaannya kepada pihak pembeli franchise disertai dukungan teknis dalam bentuk manajemen, pelatihan, promosi dan sebagainya. Untuk itu, pembeli franchise membayar hak pakai tersebut disertai royalty yang pada umumnya merupakan persentase dari jumlah penjualan. Franchise pendidikan di Indonesia semakin berkembang saat ini, terutama pendidikan lembaga bahasa asing yang semakin meningkat peminatnya. Bisnis franchise dilirik karena menawarkan kemudahan dalam membangun bisnis, sebab yang diperlukan hanyalah modal dan keinginan.  Dalam perjanjian franchising kedua belah pihak biasanya menggunakan perjanjian baku, hal tersebut diperbolehkan karena sesuai dengan asas kebebasan berkontrak sebagaimana tercantum dalam Buku III KUHPerdata. Namun sesuai dengan ketentuan yang termuat dalam Pasal 1337 KUHPerdata yaitu suatu perjanjian yang dibuat tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Sehingga kontrak franchising dengan negara manapun, saat diberlakukan di Indonesia tidaklah boleh mengesampingkan prinsip-prinsip dasar dalam hukum kontrak di Indonesia sendiri, terlebih lagi pendidikan mendapat perhatian khusus dari Negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 ayat (3)UUD 1945 yang menyebutkan : “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-undang”. Franchising pendidikan merupakan salah satu sarana untuk dapat mewujudkan kecerdasan bagi seluruh rakyat, oleh karena itu penyelenggaraannya harus sejalan dengan aturan-aturan yang berlaku di Indonesia. Tujuan pendidikan haruslah sama dengan tujuan akhir dari pembentukan Negara  yang harus sama pula dengan sasaran utama pembuatan dan penyusunan hukum serta harus pula sama dengan tujuan konstitusi, yaitu kehidupan yang baik dan berbahagia.

b.   Prinsip UNIDROIT mengakui prinsip-prinsip penting dalam kontrak internasional, yaitu :
1)  Prinsip kebebasan berkontrak : kebebasan para pihak untuk membuat kontrak, termasuk kebebasan untuk menentukan apa yang mereka sepakati
2)   Prinsip pengakuan hukum terhadap kebiasaan dagang merupakan prinsip yang disebut pula sebagai keterbukaan terhadap kebiasaan dagang. Pengakuan terhadap praktek kebiasaan ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kebiasaan dagang bukan saja secara fakta mengikat tetapi juga karena ia berkembang dari waktu ke waktu.
3)  Prinsip itikad baik adalah prinsip yang sebenarnya mencerminkan warna “hukum eropa” dari UNIDROIT. Tujuan utama prinsip ini sebagaimana yang dicitakan oleh UNIDROIT adalah tercapainya suatu keadaan yang adil dalam transaksi-transaksi dagang internasional.
4)    Prinsip Force Majeur atau keadaan memaksa , prinsip ini penting mengingat peristiwa yang terjadi di kemudian hari yang berada di luar kontrol (kendali) para pihak dapat setiap saat terjadi.
Perkembangan perekonomian berdampak pada perkembangan kontak internasional dimana untuk mempermudah proses perjanjian maka muncul yang diaktakan sebagai kontrak standar/baku. Kontrak baku sebenarnya penyimpangan dari prinsip kebebasan berkontrak. Dalam kontrak baku, salah satu pihak telah terlebih dahulu menyusun kontraknya yang diberikan kepada pihak lannya. Biasanya kontrak baku sifatnya take it or leave it basis. Oleh karena penyusunan sepihak, maka ada kemungkinan besar terdapat perbedaan penafsiran hukum. Jika kontrak baku disepakati oleh dua warga negara yang berbeda tanpa adanya negosiasi terlebih dahulu, maka UNIDROIT telah memberikan prinsip-prinsip yang dapat digunakan oleh para pihak jika terdapat perbedaan penafsiran, antara lain :
1)      Prinsip perlindungan pihak lemah dari syarat-syarat baku
2)      Prinsip dapat dibatalkannya kontrak bila mengandung perbedaan besar (gross disparity)
3)      Prinsip contra proferentem dalam penafsiran kontrak baku

Prinsip itikad baik dan transaksi jujur dari UNIDROIT harus melandasi seluruh proses kontrak, sebab prinsip tersebut merupakan salah satu prinsip penting yang jika dapat dibuktikan ketidakberadaannya maka suatu kontrak dapat dibatalkan. Kontrak seharusnya menjadi media bagi para pihak untuk dapat memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan menggunakan prinsip-prinsip yang sehat, tanpa adanya prinsip itikad baik dan transaksi jujur maka kontrak yang saling menguntungkan tidak akan terwujud. Tujuan utama prinsip itikad baik ini sebagaimana yang dicitakan oleh UNIDROIT adalah tercapainya suatu keadaan yang adil dalam transaksi-transaksi dagang internasional.