Senin, 02 Juli 2012

Pengaruh Neoliberalisme dalam Ekonomi Kerakyatan Indonesia

Secara umum, istilah laissez-faire dimengerti sebagai sebuah doktrin ekonomi yang tidak menginginkan adanya campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Doktrin ini berpendapat bahwa suatu perekonomian perusahaan swasta (private-enterprise economy) akan mencapai tingkat efesiensi yang lebih tinggi dalam pengalokasian dan penggunaan sumber-sumber ekonomi yang langka dan akan mencapai pertumpuhan ekonomi yang lebih besar bila dibandingkan dengan perekonomian yang terencana secara terpusat (centrally planned economy). Pendapat ini didasarkan pada pemikiran bahwa kepemilikan pribadi atas sumber daya dan kebebasan penuh untuk menggunakan sumber daya tersebut akan menciptakan dorongan kuat untuk mengambil risiko dan bekerja keras. Sebaliknya, birokrasi pemerintah cenderung mematikan inisiatif dan menekan perusahaan.
Dalam pandangan laissez-faire, kewajiban negara bukanlah melakukan intervensi untuk menstabilkan distribusi kekayaan atau untuk menjadikan sebuah negara makmur untuk melindungi rakyatnya dari kemiskinan, melainkan bersandar pada sumbangan dan sistem pasar. Laissez faire juga menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh memberi hak khusus dalam bisnis. Misalnya, penganut dari laissez-faire mendukung ide yang menyatakan bahwa pemerintah tidak boleh membuat monopoli legal atau menggunakan kekuasaan dan paksaan untuk merusak monopoli de facto. Pendukung dari laissez-faire juga mendukung ide perdagangan bebas dalam artian negara tidak boleh melakukan proteksi, seperti tarif dan subsidi, di wilayah ekonominya.
Secara harfiah, laissez-faire adalah doktrin bahwa urusan ekonomi masyarakat yang terbaik yaitu dipandu oleh keputusan bebas dan otonom individu di pasar, dengan mengesampingkan berbagai campur tangan pemerintah dalam hal ekonomi. Artinya, doktrin bahwa pemerintah tidak ikut campur tangan dengan ekonomi individu tersebut dan membiarkan mereka melakukan apa yang mereka harap, selama mereka menghormati hak-hak pribadi dan milik orang lain.
Dalam teori ini, ada dampak positif yang ditimbulkan yaitu , orang akan disiplin dan mempunyai etos kerja yang tinggi, namun sisi negatifnya adalah memungkinkan persaingan yang kuat dan tidak sehat, terkadang saling menjatuhkan , dan tingkat kolektifitas cenderung sedikit.
Ide-ide ini semakin berkembang sejak jaman Pemerintahan Soeharto hingga kepemimpinan SBY saat ini, hal ini ditandai dengan agenda-agenda neoliberal seperti :
1.        Privatisasi BUMN
2.        Pencabutan Subsidi
3.        Liberalisasi Pasar
4.        Penguasaan sumber daya alam Indonesia oleh asing
5.        Utang luar negeri yang seharusnya menjadi modal pembangunan justru menjadi alat untuk melemahkan perekonomian bangsa.
6.        Regulasi investasi yang membuat investor nyaman berinvestasi seperti insentif pajak, membangun iklim investasi yang kondusif yang berarti keamanan yang terjamin, serikat buruh yang “ramah” serta sistem tenaga kerja yang fleksibel.
Semangat pembentuk negara dalam perumusan sistem perekonomian nasional tercantum dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 :
1.      Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan.
2.      Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara.
3.      Bumi, air dan kekayaan alam yang berada di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
4.      Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta  dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
5.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.

Pada tahun 2002 dilakukan amandemen terhadap UUD 1945 dimana hanya Pasal 1,2 dan 3 saja yang tetap dipertahankan, Pasal 4 dan Pasal 5 serta penjelasan yang berbunyi “Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi”  dihapuskan dari UUD 1945.Dihapuskannya kedua pasal dimaksud menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan ideologi ekonomi bangsa Indonesia. Sistem ekonomi kerakyatan yang diidam-idamkan oleh pendiri negara nyatanya belum pernah terlaksana penuh di Indonesia.
Masuknya paham neoliberalisme dalam tatanan perekonomian Indonesia bukan merupakan hal yang mengejutkan. Neoliberalisme sendiri merupakan pembaruan dari ajaran lama yaitu kapitalisme, dimana bangsa Indonesia sendiri sebenarnya pernah mengalami masa-masa tersebut selama 350 tahun saat dijajah oleh bangsa asing. Disebut neoliberalisme karena sistem ini menginginkan suatu sistem ekonomi yang sama dengan kapitalisme, dimana kebebasan individu berjalan sepenuhnya dan campur tangan pemerintah yang sesedikit mungkin dalam kehidupan ekonomi. Penentu utama dalam kehidupan ekonomi adalah pasar, bukan pemerintah. Neoliberalisme bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar atau perdagangan bebas dengan pembenaran mengacu pada kebebasan. Perkembangan paham ini juga didukung dengan globalisasi yang telah merambah hampir semua ranah kehidupan masyarakat, baik itu bidang ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), budaya, pendidikan, dll. Globalisasi merupakan sesuatu proses alamiah yang timbul serta merta akibat kompleksitas dan heterogenitas hubungan antar manusia sebagai makhluk sosial, akibat penemuan alat-alat teknologi modern  yang membuat perekonomian dunia kemudian berkiblat ke dunia barat yang dianggap mampu menjadi negara maju yang sejahtera.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga sudah pasti sistem perekonomiannya juga akan terpengaruh pihak asing. Namun apakah benar paham asing dimaksud sesuai untuk diterapkan di Indonesia?. Ada alasan tersendiri mengapa pendiri negara memilih sistem ekonomi kerakyatan dan bukan kapitalisme atau komunisme. Apa yang diterapkan oleh negara-negara barat belum tentu akan menghasilkan hal yang sama bagi bangsa Indonesia, sebab banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, misalnya keragaman suku bangsa, budaya dan ragam kekayaan alam yang dimiliki Indonesia berbeda dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Penelitian yang terkait dengan hukum ekonomi Indonesia pertama kali dikaji ilmiah pada tahun 1982 oleh DR.C.F.G Sunaryati Hartono, S.H., dimana hukum ekonomi Indonesia dibagi menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial.
Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten, asuransi, impor-ekspor, pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional.
Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia (distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan bagi pengusaha kecil , perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan.
Kajian ilmiah terkait sistem ekonomi negara Indonesia nampaknya perlu diperbaharui karena terjadi perubahan dari waktu ke waktu, kondisi perekonomian Indonesia semakin bergerak menjauh dari apa yang disebut Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial. Pergerakan perekonomian dan kebijakan pemerintah dengan pertimbangan berbagai macam hal mengarah pada penyerahan ekonomi bangsa dalam kekuatan pasar. Pasar sempurna dianggap merupakan kondisi pasar yang paling ideal oleh karena pelaku usaha adalah price taker dan bukan price maker sehingga tidak dapat mempengaruhi harga. Pada pasar persaingan sempurna harga yang terjadi relatif rendah, penjual dan pembeli tidak mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi harga. Salah satu cara untuk peningkatan keuntungan adalah dengan efisiensi biaya produksi. Pasar persaingan sempurna mengalami efisiensi produktif karena output diproduksi dengan menggunakan kombinasi sumber daya yang tersedia dengan seefisien mungkin. Keuntungan juga dapat diperoleh oleh pelaku usaha dengan melakukan efisiensi alokatif, yaitu efisiensi dalam penggunaan sumber daya, dimana efisiensi yang berkaitan dengan kombinasi paling efektif dari faktor-faktor produksi tenaga kerja, modal dasar dan modal nyata pada suatu saat tertentu. Dalam pasar persaingan sempurna pelaku usaha mengalami efisiensi alokatif karena barang yang diproduksi adalah barang yang paling bernilai bagi konsumen.
Tidak ada keraguan bahwa pasar bebas, persaingan, invisible hands serta hidden foot akan mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam struktur perekonomian yang diselenggarakan dengan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah. Bagi penganut paham ini, terutama kalangan pebisnis akan berpendapat bahwa pilihan untuk tetap mempertahankan ekonomi terkontrol bukanlah solusi yang cerdas bagi suatu negara yang hendak terlibat dalam perdagangan internasional.
Adanya tatanan hukum dan peraturan-peraturan seringkali dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi dan menghalangi perkembangan bisnis. Akan tetapi bagi negara seperti Indonesia yang tengah mengalami transisi ekonomi konsep persaingan lokal memiliki implikasi sosial dan hukum yang cukup signifikan. Pemerintah tidak dapat berharap bahwa pasar bebas dapat meningkatkan lapangan pekerjaan, meningkatkan kesehatan serta standar hidup masyarakat tanpa menghilangkan halangan dalam perdagangan. Bagaimanapun sudah seharusnya ada hukum yang mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia, antara lain :
1.      Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
Lingkungan yang tidak aman akan menyulitkan pertumbuhan ekonomi, tidak ada investor yang akan mengambil risiko terlalu besar untuk mengembangkan usaha di daerah yang sering berperang. Faktor ketertiban dan keamanan bukan hanya dibutuhkan oleh masyarakat umum namun juga oleh pelaku bisnis, sehingga mereka dapat merasa tenang dalam menjalankan bisnisnya.
2.      Hukum sebagai sarana pembangunan
Pembangunan ekonomi suatu negara , terutama di negara berkembang, hukum memiliki peranan yang besar untuk memberikan peluang pembangunan ekonomi. Untuk terciptanya persaingan usaha sebagaimana dimaksud tentunya membutuhkan  suatu aturan  dan keadaan yang cukup kondusif di mana hukum dan pembangunan dapat saling menyokong satu sama lain. Menurut Max Weber terdapat beberapa faktor penentu agar hukum mampu memberikan kondisi yang kondusif untuk membantu pembangunan ekonomi, yaitu : stabilitas, prediktabilitas, keadilan, pendidikan dan kemampuan aparat penegak hukum.
3.      Hukum sebagai sarana penegak keadilan
Dalam kegiatan berbisnis seringkali terjadi perselisihan, jika tidak ada hukum yang mengatur maka perselisihan akan berlangsung terus menerus dan akan merusak kehidupan bisnis yang berujung pada kerugian pengusaha dan kesulitan konsumen dalam memperoleh barang/jasa yang dibutuhkan.
4.      Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
Globalisasi di bidang ekonomi ditandai dengan lahirnya atau disepakatinya beberapa bentuk multinational agreement, yang berskala internasional, maupun berskala regional. Untuk melindungi warga negara diperlukan payung hukum bagi pelaku usaha Indonesia agar dapat bertahan dalam persaingan bebas. Adaptasi peraturan salah satunya merupakan upaya hukum untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat umum atas suatu hal.

Dari pemaparan diatas terlihat bahwa pasar yang dalam hal ini adalah pasar persaingan sempurna bertentangan dengan amanat konstitusi yang tertuang dalam Pasal 33 UUD 1945. Lalu manakah yang dapat membawa bangsa Indonesia menuju ke gerbang kemerdekaan yang hakiki, merdeka dari intervensi asing, merdeka dari penjajahan dengan wajah baru, merdeka dari segala unsur-unsur asing yang menggerogoti jiwa bangsa. Sulit untuk mengatakan mana yang terbaik ditengah kondisi yang serba tidak pasti seperti saat ini. Jika dicermati sebenarnya Pasal 33 UUD 1945 sebenarnya makin relevan dengan tuntutan global untuk menumbuhkan global solidarity dan global mutuality. Untuk memahami makna dan tujuan dari Pasal 33 UUD 1945 diperlukan pengetahuan yang memahami platform nasional, sebab tanpa memiliki ideologi kerakyatan, cita-cita sosionalisme dan sosio demokrasi akan sulit menyadari relevansi pasal dimaksud dalam perkembangan ekonomi Indonesia.
Selama ini banyak ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang ekonomi hanya sekedar mencantumkan ketentuan Pasal 33 UUD 1945 dalam pertimbangan hukum dengan diselimuti kata ‘mengingat’, tanpa secara konsisten menindaklanjutinya dalam pasal-pasalnya, bahkan tidak jarang terdapat ketentuan pasal-pasal dalam undang-undang tersebut tidak sinkron dan bahkan bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat (1), (2) dan (3). Hal demikian menunjukkan bahwa produk perundang-undangan saat ini tidak lebih dari tumpukan peraturan yang sarat kepentingan dan telah kehilangan rohnya, yaitu nilai luhur yang dikandungnya. Oleh sebab itu, sudah pada tempatnya jika didalam peraturan hukum dan perundangan terdapat bagian yang mampu mengalirkan nilai-nilai luhur tersebut. Bagian itu adalah asas hukum yang akan memberikan orientasi yang jelas, mengenai arah kemana masyarakat sebagai adresat akan dibawa oleh hukum yang mengaturnya.
Cita-cita pendiri bangsa yang mulia tidak akan pernah terwujud jika pemimpin bangsa tidak mampu menjadi pejuang bagi ekonomi kerakyatan. Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum bagaimanapun merupakan produk politik yang dibuat oleh para pemimpin bangsa. Sehingga jika bangsa ini berkeinginan untuk mewujudkan cita-cita tersebut, dibutuhkan pemimpin-pemimpin yang dapat dengan tegas mempertahankan kehormatan bangsa dan melindungi kekayaan yang terkandung didalamnya di tengah-tengah persaingan global dengan tidak menjadi boneka bagi penguasa-penguasa asing. Keselarasan antara politik, hukum dan cita-cita bangsa seharusnya menjadi faktor pendorong tumbuhnya perekonomian yang dapat memberikan kesejahteraan pada rakyatnya. Tanpa adanya harmonisasi dari ketiga aspek tersebut maka perekonomian hanya akan dikuasai dan mensejahterakan kalangan-kalangan tertentu saja dan dapat berbuntut pada penderitaan rakyat kecil dan hilangnya ideologi negara yang terpangkas oleh unsur-unsur asing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar